Siapa Bilang Keuangan Freelancer Nggak Bisa Aman?


image: Savings and Recovery

Coba tanya semua freelancer, dari yang baru menapakkan langkah hingga yang paling banyak makan asam garam, apa saja tantangan yang mereka hadapi? Saya berani bertaruh: KEUANGAN YANG NGGAK AMAN pasti pernah menghantui.

Ini yang saya rasakan di bulan-bulan pertama menjalani freelance. Memenangkan proyek senilai kebutuhan hidup 2 bulan, mikirnya, ”Wah, bisa hidup sampai 2-3 bulan ke depan nih. Tapi selewat itu… Err… Wallahualam?” Tiap malam saya berdoa, ”Tolong jangan dikasih sakit. Boro-boro opname, beli parasetamol aja belum tentu ada duitnya.”

Ini pula yang bikin saya bolak-balik ingin jadi karyawan. Kan ada gaji menanti tiap akhir bulan. Kalau sakit tinggal bawa kuitansi dokter ke divisi keuangan. Kalau opname tinggal setor kartu asuransi yang disediakan kantor.

Tapi…

Ada begitu banyak manfaat menggiurkan menjadi freelancer. Masa menyerah gara-gara keuangan tidak aman? Malu dong.

Ternyata, ada lho solusinya.

Beli Kompor

Kata Glenn Marsalim, freelance advertising creative papan atas, aset pertama yang harus dimiliki freelancer adalah kompor. Saya pernah membuktikan kebenarannya. Bulan-bulan pertama saya nggak punya kompor. Padahal perut sensitif. Tiap kena maag atau gejala tipus, saya nggak bisa masak bubur. Ya tambah sakit!

Selain itu, hitung saja berapa pengeluaran untuk makan sebelum dan sesudah punya kompor. Bisa 4 kali lipat bedanya!

Kini aset saya cukup mumpuni. Selain kompor portabel seharga Rp 200 ribu, ada water heater (Rp 15 ribu) untuk bikin kopi, dan rice cooker (Rp 100 ribu) untuk masak nasi. Alhamdulillaah…

Kebutuhan Primer Bukan Cuma SPP

Waktu SD, disebutkan kebutuhan primer manusia adalah SPP (Sandang, Pangan, Papan). Berhubung freelancer bukan manusia biasa, kebutuhan primer nambah dong. Koneksi internet, meeting, reparasi komputer, bahkan mungkin pembelian aplikasi dan SDK, perlu Anda anggarkan. Semua itu harus Anda hitung sebagai kebutuhan primer tiap bulan. Kalau meleset, bisa-bisa Anda menerima kerjaan dengan bayaran nggak memadai. Gawat.

Jangan Mau Nraktir Klien!

Saya–tinggal di Bandung–biasanya menolak kerjaan yang menuntut saya commute ke Jakarta dengan biaya sendiri. Capek. Makan ati. Mending cari kerjaan lain yang bisa saya garap di Bandung. Atau, kalau klien mau, saya tabahkan hati mengajarinya Skype conference.

Kalau tidak memungkinkan, coba tekan biaya lain. Meeting di kafe mentereng misalnya. Memangnya perlu? Yakin? Kalau meeting di kantor ditemani air mineral gratisan, bakal diare?

Pernah seorang rekan curhat, ”Klien minta ketemuan di SC (mall di Jakarta). Nasgor di sini, udah gak enak, 50 rebu! Di Bandung 7 rebu aja dapet.” Saya bilang, ”Klien butuh gengsimu atau skill-mu? Kalau dia nanya, ’Eh kamu nggak pesen makanan?’ jawab aja, ‘Ditraktir nih, Pak?’ sambil cengengesan. Kalo nggak ditraktir, ya mingkem, buruan kelarin meeting, trus pulang dan puas-puasin makan. Kalo ditraktir, alhamdulillaah.” Dia ikuti saran saya. Manjur! Ditraktir maksudnya, huahahahahahhh…

Beli Asuransi

Hayooo… Yang belum punya asuransi ngacung!

Gimana bisa aman kalau nggak punya asuransi?

Sssttt, beberapa perusahaan sebetulnya nggak menyediakan asuransi; gaji karyawan dipotong untuk membayar premi asuransi mereka. Sama nggak amannya dengan freelancer. Kalau perusahaan berinisiatif memotong gaji untuk asuransi karyawan, Anda sebaiknya berinisiatif juga memotong pendapatan untuk asuransi Anda.

Pilih yang mana?

Walau merek beragam, ada 3 macam asuransi individu: jiwa, kesehatan, dan tetek bengek (yang berembel-embel Link itu lho). Saya suka asuransi kesehatan murni. Premi relatif kecil, manfaat juga memadai untuk saya yang lajang ini. Kelak, setelah ada tanggungan (anak, suami, atau mertua), asuransi jiwa baru saya pertimbangkan.

Berhubung ini keputusan personal, dan saya bukan pakar asuransi, ada baiknya Anda kenalan dan ngobrol dengan @safirsenduk @aidilakbar atau @mrshananto.

Nabung sebelum Belanja

Kata perencana keuangan Safir Senduk, nabung dulu sebelum belanja. Sebaiknya minimal 30 persen dari pemasukan. Saya belum sanggup. 10 persen dulu deh. Kalau ada Rp 1 juta, saya tabung Rp 100 ribu, sisanya buat kebutuhan. Kalau terima Rp 100 ribu, saya tabung Rp 10 ribu, sisanya buat… makan di warteg. Mengenaskan? Jelas. Tapi nggak ketar-ketir kalau mendadak demam.

Aman = 12X Kebutuhan

Lantas, berapa banyak yang perlu Anda tabung supaya aman? Pakar keuangan biasanya menyebut 6X kebutuhan bulanan untuk karyawan lajang. Mungkin bisa lebih kalau masih karyawan kontrak. Dan untuk kita para freelancer, bisa mencapai 12X!

Cara menghitungnya simpel saja (saya juga malas kalau rumit). Catat pengeluaran per bulan. Andaikan pengeluaran bulan ke-1 sebesar Rp 3 juta, bulan ke-2 Rp 5 juta, bulan ke-3 Rp 4 juta. Total pengeluaran selama 3 bulan (Rp 3 juta + Rp 5 juta + Rp 4 juta) adalah Rp 12 juta.

Rp 12 juta dibagi 3, hasilnya Rp 4 juta, itulah pengeluaran rata-rata bulanan.

Lalu kalikan Rp 4 juta dengan 12. Berarti Rp 48 juta adalah jumlah minimal tabungan yang harus Anda miliki untuk mencapai titik aman.

Kalau Anda punya anak berusia sekolah, Rp 4 juta itu mungkin harus dikalikan dengan 15 atau bahkan 18.

Jadi, ayo lirik rekening tabungan. Sudah mencapai titik aman? Kalau belum, masih ingin (baca: INGIN, bukan butuh) beli iPad 2? *du di du di dam*

22 Comments

  1. Wahyues

    wew akhirnya dapet pengarahan nih, pasalnya saya kadang takut akan keuangan, palagi gaji tidak tetap setiap bulannya, kadang besar kadang kecil… yach tapi menarik juga kok emang jadi freelace..

  2. Rizki Abe

    Saya seorang freelance yang menyambi sebagai karyawan. Pengen sih jadi fulltime freelance, that one of my dream. Tapi ya itu, tabungan belum mencukupi, keuangan harus cukup aman dulu untuk melangkah ke luar zona nyaman.

    Thanks infonya.

  3. Andy

    Kalo masih lajang sih saya berani aja, om. Sebelum dan sesudah menikah saya masih freelance. Tapi kondisi sekarang sudah berkeluarga, punya anak.
    Gimana solusi anda?

    • Dian Ara

      Freelance itu pilihan sih ya. Cukup nggak cukup, freelance ataupun karyawan bergaji bulanan, tergantung besar pendapatan dan gaya hidup.

      Kalau mau tetep freelance, bisa diatur dengan:

      1. Terima gaji rutin. Saya pisahkan rekening freelance (kerja) dan rekening untuk hidup sehari-hari (tempat masuknya gaji). Karena frekuensi pendapatan gak menentu, saya terima gaji 1 minggu sekali. Misal hari Kamis nih ya, berarti hari Selasa di rekening kerja HARUS ada duit yang cukup untuk menggaji saya. Sistem akhirnya mendorong saya untuk…

      2. Cari kerjaan tambahan. Atau…

      3. Lebih getol “ngejar” klien yang blom bayar, huahahahahhh…

      4. Nabung sebelum belanja, seperti yang saya sebut di tulisan, karena itu emang penting. Kalau setelah nabung, duitnya gak cukup buat belanja, gimana dong? Ya berarti belanjanya harus di tempat lebih murah, atau masak sendiri.

      Soal anak, ada sih banyak pos pengeluaran yang bisa diakalin juga (harusnya):

      1. Susu hindari formula mahal2. Toh isinya sama juga. ASI lebih sehat kan.

      2. Jajan perlu gak? Saya pas kecil dilarang jajan di sekolah, kudu bawa bekal dan botol aer. Gedenya ya baek2 aja ini.

      3. Jalan-jalan perlu ke mal gak? Atau bisa bersenang-senang di taman kota yang gratisan? Butuh kreatifitas sih, tapi kan freelancer, harusnya kreatif dong ya. XD

      4. Sekolah… NAH! Jangan malu cari beasiswa. Banyak kok. Saya dulu SD sampe SMA juga beasiswa mulu. Saya temui sendiri kepsek, bilang, “Pak, papa saya supir truk. Kalau ndak dapet beasiswa, ntar saya ndak sekolah. Dikasih ya? Ntar ulangannya dapet sepuluh terus deeeh…” Eh ya dapet! Ribet sih ngurus surat-suratnya, tapi kan yang penting gratis. :))

      5. Buku2 dan seragam… Saya dulu juga sering banget minta2 buku bekas dan seragam bekas dari kakak kelas. Gak bikin harga diri keluarga merosot tuh, hahaha…

      6. Asuransi jiwa. Ini penting, Mas. Soale Mas (asumsi saya) salah satu punggung keluarga terbesar. Kalau kenapa-napa sama Mas, anak gimana?

  4. Eka

    Ada ketinggalam om, jangan lupa beli kulkas, karena, setelah masak di pagi hari bisa di simpan untuk siang dan malam, jadi nya menghemat waktu, hehehe

    mantap tulisannya… 🙂

    • Dian Ara

      Kulkas mahal dan butuh listrik gede sih, Mas. Jadi saya hindari itu dulu. Lagian, saya beruntung tinggal di Bandung yang adem, stok bahan bisa awet sampe 2 hari. XD

    • Dian Ara

      Nah, kalo soal napsu belanja, saya ngakalinnya dengan gini:

      1. Seperti yang disebut di tulisan, nabung dulu. Mindset-nya, “Oh, nabung itu sama kaya bayar tagihan rutin. Penting buangeeeeet… Kalo gak bayar kos, ntar diusir. Kalo gak bayar listrik, ntar dipadamin. Kalo gak bayar aer, ntar distop alirannya. Kalo gak nabung, ntar saya mati.” Butuh latihan, tapi lama2 bisa.

      2. Saya punya botol kaca, ditaruh di meja kerja. Tiap kelar nulis 1 artikel berbayar, masuk ke situ Rp 10 ribu. Duit di botol kaca itu saya pake buat beli iTunes gift card, yang bisa saya pake buat beli aplikasi iOS. Trik ini ternyata bagus buat produktifitas juga. Tiap saya pengen game baru yang rada mahal ($20 misalnya), wogh, nulis artikelnya jadi getol, hahaha…

  5. niqenpratiwie

    2 tahun jadi frelancer….tetep berdebar saat invoice sudah dibayar. apa abis ini ada order lagi ya hehehe :))
    pas invoice cair kalap di onlineshop beli alat bento… T_T babayyy uang kerjakeras #lewat doang :((

    tfs ya Mas Anggi 🙂

  6. Ajie

    saya suka artikelnya nih, jujur & aktual 🙂 . Saya masih jadi karyawan tapi kagum dgn semangat teman2x para freelancer, semoga pada waktunya nanti bisa menjadi pengusaha besar !

  7. omayib

    hhmmm…. newbi. Masih menyimak dulu… Semoga dalam waktu dekat bisa terjun. Website ini sangat membantu membuka wawasan 🙂

  8. AnggaRifandi

    artikelnya menarik. saya juga merasakan masa-masa merintis dan menangis (sampai sekarang masih merintis :D, nangisnya udah lewat :p) mencari uang untuk menutupi kebutuhan sana-sini.

  9. gusti

    Artikelnya menarik, pengen banget bisa jadi freelancer tapi belum tau dibidang apa ? lumayan kan bisa tambah2 beli embek he he….peluangnya apa yah ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *