Freelancer, Sikap Menuju Kedewasaan

Inilah sekelumit percakapan saya dengan Mama sebelum menjalankan freelance. Ada yang punya pengalaman sama?

“Nak, sekarang kamu udah lulus kuliah. Ayo cari kerja yang bagus!”

“Mau wirausaha aja, Ma”.

“Cari pengalaman dulu, baru wirausaha!”

 

Ini adalah rumus wirausaha versi orang tua dan bertahan hingga kini :

Sekolah/ Kuliah –> Bekerja –> Wirausaha

Kenapa sih kita harus kerja? Ini beberapa alasan klasik :

  1. Cari pengalaman
  2. Belajar manajemen
  3. Cari link
  4. Mengumpulkan modal

Mau menambahin?Ada satu pertanyaan ingin saya ajukan untuk teman-teman freelancers yang masih kuliah. Setelah lulus mau tetap jadi freelancers, jadi pegawai, jalanin keduanya, atau jadi freelancepreneur? Jangan buru-buru memutuskan!

 

Antara pegawai – freelancersfreelancepreneur, jika diandaikan piramida begini posisinya :

Freelancers dan freelancepreneur memiliki banyak kesamaan. Keduanya harus memiliki paket skill seperti manajemen, skill khusus -seperti menulis, graphic design, dll-, marketing, dan kemampuan bekerja sendiri atau secara tim.

 

Tabel berikut memberi sedikit gambaran antara pegawai –  freelancers – freelancepreneur:

Menjadi freelancepreneur membutuhkan waktu, kemampuan, dan modal yang tidak sedikit, itulah sebabnya tidak banyak orang memilih jalan ini.

 

Sifat dasar manusia adalah tidak suka berada dalam ketidakpastian. Ketidakpastian membuat manusia tidak nyaman dan merasa terancam. Tidak bisa makan -misalnya. Alasan ini membuat orang lebih suka jadi pegawai karena ada jaminan kepastian.

 

Kita tidak perlu jadi pegawai dulu buat jadi freelancepreneur, cukup jadi freelancers, kita bisa punya pengalaman, skill manajemen, punya link, dan mengumpulkan modal.

 

Ini rumus baru buat membangun wirausaha :

Sekolah/ Kuliah –> Freelancers –> Freelancepreneur/ Wirausaha

Buat para freelancers, pertanyaannya, sampai kapan?

Ibarat siklus hidup, pegawai kaya anak-anak karena kerjaan dan gajinya udah ada yang ngatur, freelancers kaya remaja udah ngatur sendiri dan freelancepreneur kaya orang dewasa, udah bisa ngasih makan orang lain alias buka lapangan kerja.

Saya bisa bilang freelance adalah sikap menuju kedewasaan. Seperti ungkapan lama: dewasa itu bukan ukuran umur tapi cara berpikir, tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Setuju?

7 Comments

  1. anggikrisna

    Rumusku sendiri gak seperti ini sih.

    berikut keterangan rumus ku sendiri :
    Lulus Kuliah –> wajib kerja (fulltime – 5th) minimal 3 perusahaan –> Freelancer (3-5th) –> Small Company kerja dgn partner and team (Freelancepreneur – 10-20th) –> Investor

    kenapa harus wajib kerja setelah lulus, karena kita memang harus belajar banyak dari berbagai macam perusahaan yg mempunyai kultur berbeda. Minimal tau jadi bawahan, tau di bentak bos, tau cara kerja dgn team, tau alur kerja, membangun network dan banyak hal lainnya.

    best quotenya sih gini : SAYA BELAJAR SAMBIL DI BAYAR PERUSAHAAN 😀
    untuk menjadi freelancer benar butuh sebuah kedewasaan dan pemikiran yg jauh ke depan.
    Gaji itu hanya reward yg bisa dihasilkan oleh siapa saja, mau jadi apa saja pun sama. Tapi bekerja dgn PASSION dan hasil bisa maximal itu jadi luar biasa 🙂 dan gaji sebagai rewardnya (sifat sebab-akibat)

    Lalu apa yg harus dilakukan sekarang? kirim surat resign per senin ini? 😀
    semua ditentukan oleh pilihan masing2, gagal itu biasa krn gagal kita banyak belajar
    yg menjadi penyesalan adalah yg tidak pernah berani mencoba dan selalu berada di titik aman/nyaman.
    So Just Do it and reach your dream with your passion.

    • Evi Sri Rezeki

      Sebenernya sih saya juga kerja dulu setahun, dan ngerasain semua pengalaman di tempat kerja, termasuk lembur yang kadang ga manusiawi dan dibentak bos. Nah, bukannya sekarang freelance juga bisa ngantor? Semua pengalaman itu bisa didapat dengan waktu yang lebih cepat.

  2. Daud Mukadar

    yep, saya ngikutin rumusnya anggikrisna, ilmu di kuliahan ama di tempat kerja beda jauh (ato otodidak). Di kerjaan scara teknis kita dioverclock ampe bisa, masih bonus belajar skill2 lain kayak sosialisasi, managemen dll (kalo bisa keluar dari jerat jabatan).
    pro:

    1. belajar di bayar (trial and error pake duit orang)
    2. link profesional (siapa kira bakal mantan bos jadi klien, atau dapat kerjaan dari orang penting suatu perusahaan)
    3. ada mentor dan pressure untuk bisa
    4. ngerti macem2 office politics (berguna tar kalo buka usaha)
    5. ngerti enak gak enaknya diperlakukan sebagai bawahan/rekan kerja (berguna buat bikin kultur perusahaan nantinya)
    6, tinggal jiplak sistem bagus punya orang-orang, sempurnain 🙂

    cons:

    1. tertunda untuk segera mengenal dunia usaha
    2. makin lama makin betah (karena iming2 gaji lebih gede, atau zona nyaman)
    3. 8jam sehari abis terikat, kadang2 masih ditambah lembur dan dinas
    4. terlanjur bikin rencana keuangan pribadi/keluarga di atas penghasilan rutin yg lumayan sebagai pegawai (butuh penjelasan ekstra dan pengertian angota keluarga kalo ente mau keluar dari kerjaan bagus bikin usaha sendiri yg belum tentu untungnya)

    pengalaman ane gitu, gan.

    • Evi Sri Rezeki

      Selalu ada pro dan kontra ya.. Selebihnya tinggal pandangan kita terhadap hal tersebut. Dan mau apa engga jalaninnya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *