Freelance Karena Kepepet?

Iya, emang judulnya gak banget. Tapi justru ini dialami beberapa teman-teman yang curhat pada saya, plus ternyata saya pernah berada pada posisi itu.

Lucu juga sih, jadi freelance kok ya kepepet? Bukannya harus dibawa enjoy, karena kerja sesuai passion, dan tak mau terkekang waktu?

Butuh uang dengan cara ‘agak mudah’, gak terbentur jam kerja, gak harus lulusan universitas ternama, gak peduli berapa IPK di kampus, dan gak ada yang larang mau mengerjakan di kamar atau di café. Yang penting kerja.

Ketika satu-satunya kemampuan yang dimiliki adalah waktu luang lebih fleksibel untuk mengerjakan sesuatu yang menghasilkan recehan (ihix, kalau menyebut puluhan dollar rasanya jauh ya? 😀 )

Saya bukan tipe freelancer yang suka terlalu kaku mengikuti aturan klien. Maksudnya, kalau klien meminta tulisan kelar tanggal 1 Maret,  ya saya selesaikan tanggal 27 Februari batas maksimalnya. Agar ada waktu untuk mengerjakan yang lain.

Nah, saya pernah terpaksa banget menerima tawaran klien dengan nilai di bawah harga pasar dan standar saya karena kepepet. Gak enak buat diri sendiri sebenernya. Tapi saya butuh uang. Standar ya? Eh, tragis gak sih?

Jadi gini, saya punya standar harga untuk mengedit sebuah tulisan perhalaman. Lumayan juga yang disuntingnya ratusan halaman.

Sayangnya, sebelumnya saya gak tau berapa parah tulisan yang harus saya edit. Saya mengiyakan harga yang disodorkan begitu saja karena butuh. (Oh please, I don’t wanna do it anymore! Kapok blas!)

Langsung deal harga karena saya harus mendapatkan uang segera. (Asli ini kayak drama ya?)

Ketika naskah yang harus saya sunting mendarat dengan sempurna pada inbox e-mail dan saya mengunduhnya, jujur saja terpana adalah tindakan yang saya lakukan pada detik pertama selama hampir semenit.

Ini bukan ngedit… Ini revisi total. Nangislah saya. Iya, penuh drama, emang. Ngaku deh salah banget. Hiks….

Tapi, meski pun kepepet, tetap ya profesionalisme dijaga. Saya kerjakan dengan hati legowo. Ya udah gak apa-apa deh. Itung-itung nambah jam kerja dan portofolio.  Bener dong ya? *nyari pembenaran*

Ketika selesai mengerjakan revisi yang super heboh itu, ternyata pembayarannya tidak sesuai. Bukan masalah nilainya, tapi waktunya. Wah, tambah mumet deh.

Pembayaran dicicil.

Padahal saya mengerjakan permintaannya gak dicicil. Padahal kepepet. Padahal… Ya nasib.

Dari hal ini, saya belajar beberapa hal:

  1. Membiasakan untuk meminta draft yang akan direvisi atau disunting, minimal tiga halaman agar punya bayangan seberapa banyak yang harus dibenahi.
  2. Deal harga harus dengan percaya diri. Entah sama teman, klien baru, atau hasil referensi. Kalau kita bisa bertahan pada harga yang kita punya, artinya kita memang berkualitas.
  3. Meski kepepet, bukan berarti kerja ngasal. Gak banget. Itu mempertaruhkan kredibilitas, kan?
  4. Kontrak kerja harus jelas. Jumlah item pekerjaan, tenggat waktu, dan jumlah nominal yang akan meluncur ke rekening sesuai dengan yang disepakati .

Ada yang mau menambahkan atau menyanggah?

Image from: http://www.flickr.com/photos/bendodson/3483743145/

8 Comments

  1. roy armstrong

    menjadi freelancer itu memang gada aturan baku soal harga, nilai kita naik ketika semakin banyak portfolio. Kadang kesulitannya seh menentukan harga tadi.:)
    Coba ada forum yang bisa diskusi secara detil tentang bagaimana menentukan harga tadi. Karena kadang kita menemukan ketika kita memasang harga tinggi yang ada klien malah kabur.

  2. Denny Aryadi

    Kadang kalo ketemu situasi gini sering mikir kalo kita sebagai freelancer itu bisa dibilang mirip buruh serabutan. Cuman bedanya serabutannya di dunia maya. Hahaha

    • AnDiana Moedasir™

      hehehehe, gak di dunia maya juga sih. mostly pekerjaan memang berhubungan dengan dunia maya kalau kaitannya dengan website. tapi misal drafter itu kan gak dunia maya ya?

  3. Akhmad Sofwan

    Yah … kalau kepepet butuh uang, memang apa saja bisa kita lakukan,
    termasuk mengerjakan project yang nilai nya di bawah standard harga.
    Saat kita kepepet, maka sebenar nya, itu adalah saat kita dapat
    membanting harga, bahkan hingga ke tingkat yang paling rendah sekalipun,
    asalkan dapat uang ….

    Solusi nya bagaimana ?. Di usahakan untuk tidak kepepet lagi :-).

    • AnDiana Moedasir™

      ya, bener banget 😀 solusinya, jangan sampai kepepet lagi. harus punya simpanan uang cukup. artinya, setiap pekerjaan, hasilnya ditabung untuk masa kering orderan.

  4. Daud Mukadar

    kalo sudah beberapa kali ngerjain, mestinya kepepet mulai bisa dihindari, karena pelan2 branding udah kebentuk, wawasan juga naik misal: eh, ginian susah, kemarin ngerjain dapetnya gak worth it, besok dinaikin dah, ato; gampang sih, cuma kalo gue kerjain turun level lagi, kan ni kerjaan anak baru.
    kepepet tuh urusannya ekonomi, kalo pas baru mulai, ya banting harga dong, namanya juga promo, pelan2 ekonomi udah bagus, perlu investasi buat masa paceklik (jangan disimpen dibank, lusa BI ngomong rupiah dipotong enolnya 3 bingung deh lo, mending dirupain sesuatu yg bisa dijual lagi)

  5. putri

    Hallo mbak Andiana.Nebeng kenalan boleh gak?Namaku Putri.Aku lg kepepet nih mbak.Mau curhat lewat blog blm bs bikinnya;apalagi website.Bs tlg bimbing aku bikin googleadsense utk cr duit dr dunia maya;spy aku gk kepepet lg…emailku:putrirahmadani140@gmail.com.Bantu aku ya mbak…tq..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *